Skip to content

Beautiful Sunday: Sebuah Pergulatan Psikologis

July 21, 2009

Rasanya ada banyak film yang berkisah tentang polisi korup. Sebut saja misalnya, ”Public Enemy”. Dalam film tersebut dikisahkan Detektif Kang Chul-joong (Seol Kyung-gu) sebagai tokoh yang antihero, mencuri obat bius dari para pengedar, menyuap sana-sini, bahkan mengabaikan tugasnya sebagai seorang ayah. Film ini pun salah satu yang bisa kita kategorikan ke dalamnya. Lalu apa istimewanya film ini?

Bagi penggemar film laga, saya kira film ini cukup memuaskan mereka. Berbagai adegan laga sangat menghias film ini, sebagaimana umumnya film-film yang bertema mafia, dan film-film laga lain. Otomatis sumpah serapah menjadi satu paket dengannya. Dengan demikian, film ini jelas tidak cocok ditonton oleh mereka yang belum dewasa.

Jalan cerita
Bagian awal film ini mungkin terkesan terlalu mendadak ditampilkan di awal. Meskipun demikian, justru adegan tersebut menjadi pembuka yang tepat untuk jalan cerita yang hendak dipilih oleh sang sutradara.

Sepertinya, sang sutradara ingin berkata, ”Nah, begini ini klimaksnya. Mau tahu bagaimana ceritanya sampai hal ini terjadi? Ikuti ceritanya.”Film ini diawali dengan sebuah adegan di mana dua orang pria saling berhadapan. Salah satunya menodongkan pistol pada seorang yang usianya tampak jauh lebih muda. Dengan dialog, ”Dalam satu jam, Anda akan membunuhku.” Praktis kita akan bertanya-tanya, siapa pria yang menodongkan pistol, dan siapa pula pria yang berusia lebih muda itu. Namun, dalam waktu yang singkat, kita akan segera menarik kesimpulan bahwa pria yang menodongkan pistol itu adalah tokoh utama film ini.

Film ini mengisahkan kehidupan Detektif Kang. Bekerja sebagai detektif di bagian kriminal, ia bekerja sama dengan pengedar obat bius. Aksinya yang terkesan brutal pada awal cerita ini. Mungkin kita akan menganggap wajar. Namun, itu memberi kesan bahwa meskipun ia pemeran utama, rasanya sulit untuk menganggapnya sebagai ”orang baik” dalam film ini.

Kemudian kita akan mengetahui bahwa dirinya pun berada dalam sebuah dilema. Gajinya sebagai detektif di kepolisian tidaklah besar. Padahal saat itu istrinya sedang mengalami koma dan butuh biaya perawatan yang besar. Fakta ini membuatnya berada dalam dilema yang luar biasa. Maka satu cara yang paling cepat untuk mendapatkan uang banyak adalah dengan membantu pengedar obat bius. Penggerebekan terhadap kelompok yang dipimpin Sang-tae pada awal cerita pun ternyata menjadi bagian dari skenarionya dengan pengedar obat bius yang ia bantu.

Lalu muncul tokoh lain, Min-woo. Pemuda yang satu ini jatuh cinta pada seorang gadis yang senantiasa melintasi tempat kosnya. Hari demi hari berlalu, cintanya semakin besar. Sampai ia mendapati bahwa gadis itu sudah memiliki kekasih. Dan pada suatu malam, terdorong oleh sikap histeris sang gadis ketika ia sapa, ia malah membawa gadis tersebut ke hutan dan memperkosanya.

Min-woo dan Detektif Kang merupakan dua sosok yang silih berganti dikisahkan. Setelah diselingi oleh aksi balas dendam kelompok Sang-tae, kelompok yang digerebek Detektif Kang pada awal cerita, kita akan segera mendapati pertalian Detektif Kang dengan Min-woo. Dan di sinilah hal paling menarik dari film ini.

Plot yang non-linear
Menyaksikan film dengan plot yang linear memang menyenangkan. Kita tidak perlu mengernyitkan dahi untuk memahaminya. Sebaliknya dengan film berplot non-linear. Butuh perhatian ekstra untuk memahami jalan ceritanya. Bahkan tak jarang kita harus menyasikannya berkali-kali.

”Beautiful Sunday” tergolong film yang tidak menggunakan plot linear. Alurnya bukan alur maju, melainkan maju-mundur. Bagi kebanyakan orang, alur yang begini memang akan sulit diikuti. Sementara bagi sebagian orang, plot seperti ini justru sangat menantang. Karena penonton akan ditantang untuk merajut setiap fakta yang ada untuk kemudian menyimpulkan jalan cerita yang sebenarnya.

Sampai akhir cerita, kebanyakan orang tentu akhirnya akan mempertanyakan apa hubungan Detektif Kang dengan Min-woo. Termasuk mempertanyakan siapa yang melakukan pembunuhan terhadap kelompok Sang-tae. Apalagi kehadiran Min-woo justru memberi kesan bahwa film ini mengisahkan dua tokoh yang berbeda. Sehingga bagi sebagian orang mungkin akan menantikan saat-saat ketika Detektif Kang bertemu dengan Min-woo. (Dan hal ini justru baru terwujud pada bagian akhir film ini.)

Ketika Detektif Kang dan timnya diperhadapkan pada kasus perkosaan, saya sendiri langsung mengaitkan kasus itu dengan Min-woo. Alasannya, Min-woo telah melakukan perkosaan. Adegan kejar-kejaran dengan tersangka, menimbulkan kesan bahwa dugaan tersebut benar. Apalagi ketika mereka gagal menangkap tersangka, fokus diarahkan kembali pada Min-woo.

Plot yang berulang-ulang ini akan terus kita temukan sampai akhir cerita.

Pertarungan kepribadian
Film ini memang tidak sekadar mengisahkan tentang polisi memilih menjadi korup karena keadaan. Film ini juga mengangkat masalah psikologi. Saat selesai menyaksikan film ini kita akan menyadari bahwa Min-woo merupakan sosok masa lalu Detektif Kang. Sehingga muncullah konflik batin dalam pribadi yang telah berlumuran dosa ini.

Secara psikologis, pribadi Min-woo memang menarik. Semula, ia sangat mencintai Su-yeon. Namun, ia malah memerkosa Su-yeon. Dan yang menarik, tatkala kembali bertemu, cintanya tidak pudar. Ia seakan hendak menebus dosa-dosanya dan mulai mendekati Su-yeon dengan cara yang lebih halus. Di sini untuk sejenak, kita akan dihadapkan pada adegan-adegan romantis yang mungkin akan membuat kita lupa sejenak bahwa kisah romantis itu bukan kisah utama dalam film ini. Dan meskipun diingatkan kembali akan dosanya melalui buku yang ia rusak, Min-woo ternyata bergeming untuk mencintai Su-yeon, bahkan menikahinya.

Meskipun demikian, dosanya tidak bisa ditutup-tutupi. Sampai ia berhubungan intim dengan Su-yeon yang sebenarnya saat itu tengah mengandung anak mereka. Tindakan yang didorong hawa nafsu ini memberi dampak ganda. Tidak hanya mengingatkan Su-yeon akan pemerkosanya pada masa lalu, tetapi juga mengakibatkan janin yang di kandungannya tidak bisa berkembang lagi.

Mengenai hal ini, saya menyatakan pandangan yang berbeda dengan sebuah blog lain. Di sana disebutkan bahwa Su-yeon mengaborsi bayinya. Namun setelah saya cermati, yang sebenarnya terjadi adalah ia semula hendak mengaborsi, namun membatalkannya. Kemudian ia mendapatkan informasi bahwa masa pergerakan bayinya sudah berakhir. Dan ini berarti ia mengalami keguguran. Buktinya, ia sangat terkejut ketika mendapatkan informasi tersebut. Ia menangisi keadaannya sambil berusaha menghibur diri dengan minuman. Sampai kemudian ia mengalami histeris karena melihat suaminya sendiri.

Bagi Su-yeon sendiri, fakta bahwa suaminya merupakan pemerkosanya menimbulkan guncangan yang besar. Reaksi semula berupa penolakan. Dalam sebuah adegan setelah mereka berhubungan intim, ia menunjukkan raut wajah yang tidak percaya. Namun, saat mengetahui bahwa janinnya tidak mungkin hidup, ia mulai histeris. Apalagi ketika menemukan kalung yang ia pakai ketika Min-woo memerkosanya. Pada satu sisi, rasanya memang wajar jika akhirnya Su-yeon membenci Min-woo yang ternyata menghancurkan impiannya menikah dengan pria yang semula ia cintai.

Dosa yang satu melahirkan dosa yang lain. Setelah sebelumnya melakukan perkosaan terhadap Su-yeon, Min-woo justru mencelakakan Su-yeon, yang mengakibatkan sang istri mengalami koma yang sangat panjang. Keadaan ini pula yang kemudian mendorong Min-woo (Detektif Kang) untuk melakukan kongkalikong dengan bos obat bius. Namun, tidak hanya Su-yeon, saudara Su-yeon juga celaka karena memergoki Min-woo. Maka, secara kronologis, lengkaplah dosa Min-woo pada bagian awal ini.

Tampaknya Kang Min-woo baru menjadi detektif setelah tanpa sengaja menusuk Su-yeon itu. Terdorong oleh rasa cinta bercampur rasa bersalah, ia berusaha menyelamatkan nyawa Su-yeon yang terus terbaring di rumah sakit. Itulah sebabnya, ia nekad bekerja sama dengan kelompok pengedar obat bius tertentu, menggulingkan kelompok Sang-tae.

Dengan demikian, kita bisa mendaftarkan dosa-dosa Kang Min-woo. Pertama, ia memerkosa Su-yeon. Lalu ia berperan menggugurkan anaknya sendiri hanya karena terdorong oleh hawa nafsu. Yang ketiga, tindakannya (yang menurut saya) gegabah, akhirnya mencelakakan Su-yeon dan saudaranya. Min-woo juga terlibat dengan kelompok pengedar obat bius dan dengan demikian melakukan tindakan yang berlawanan dengan profesinya sebagai penegak hukum. Kelima, ia membunuh Sang-tae, menyusul dengan kaki tangannya, bahkan seorang lain yang menyaksikan perbuatannya.

Nurani
Apakah ada peran nurani pada tokoh Kang Min-woo? Sangat mungkin. Saya kira, bila nuraninya tidak tergerak, ia tidak akan mencari Su-yeon. Sayangnya, ia mengira dengan menikahi Su-yeon, dosanya bisa ditebus. Padahal, ia hanya mengubur perbuatannya pada masa lalu.

Sosok Min-woo yang kemudian, Detektif Kang, mungkin juga tergerak oleh nuraninya. Ia menyadari bahwa dirinya terbeban dosa sedemikian berat. Istrinya tidak kunjung pulih dari kondisi koma. Sementara kelompok Sang-tae mulai mengetahui latar belakangnya. Saya kira, salah satu dorongan ia menghabisi kelompok Sang-tae ialah keinginan untuk melindungi istrinya. Selain itu, dengan menyingkirkan Sang-tae, setidaknya ia akan terlepas dari rong-rongan Sang-tae. Mungkin juga ia berharap kematian Sang-tae dan tangan kanannya itu akan meringankan beban kepolisian.

Pada bagian akhir, Kang Min-woo tampak menemui istrinya. Menyatakan penyesalannya yang mendalam. Itulah hari Minggu, hari di mana pergulatan psikologinya memuncak. Sampai akhirnya, ia berhadapan dengan masa lalunya di kantor kepolisian. Dan akhirnya memutuskan mengakhiri hidupnya.

Fatalisme
(Seperti saya katakan sebelumnya) film ini menggambarkan sisi psikologi manusia dengan sangat menarik. Manusia dalam keberdosaannya akan berhadapan dengan rasa bersalah yang begitu dalam. Ia ingin menebus dosa-dosanya. Bahkan akan berusaha melakukan apa saja demi menghapus noda masa lalunya. Namun, sering kali upaya untuk menebus dosa itu malah mendorong perbuatan dosa yang lain. Kejahatan yang satu akan diikuti oleh kejahatan yang lain. Dan ketika semua itu mencapai puncaknya, manusia menganggap dapat menebus dosanya dengan kematiannya.

Saya tidak tahu apakah hal tersebut yang ada dalam benak setiap orang yang bunuh diri. Akan tetapi, anggapan yang paling umum memang, kematian bisa melepaskan kita dari problem dunia. Dan di sinilah saya kira perangkap kegelapan itu ditaruh. Karena hal itu menandakan ketiadaan pengharapan.

Sutradara dan para pemeran
Cukup mengejutkan, film ini ternyata merupakan garapan pertama sutradara Jin Kwang-gyo. Kejeliannya membangun jalan cerita membuat penonton bertanya-tanya. Keputusannya menghadirkan karakter Detektif Kang dan Min-woo yang tampak begitu berbeda juga saya anggap keberhasilannya membingungkan penonton, setidaknya saya. Apalagi ia menggunakan dua pemeran yang berbeda, Park Yong-woo dan Namgung Min.

Salah satu keberhasilan sang sutradara ialah menjebak kita sampai mengira Detektif Kang dan Min-woo adalah dua sosok berbeda, bahkan sampai bagian akhir cerita. Setelah tanpa sengaja mencelakakan Su-yeon dan menusuk saudara perempuannya yang memergoki Min-woo, kita diarahkan pada pembunuhan Sang-tae. Dan ketika pada akhirnya Detektif Kang dan Min-woo berhadapan, kita diarahkan untuk menduga bahwa Min-woolah pembunuh Sang-tae, dan kita menganggapnya demikian karena pakaian yang ia kenakan. Kita sama sekali tidak mengira bahwa pertemuan itu merupakan pertemuan dalam batin Detektif Kang. Dosa-dosanya selama ini sudah terakumulasi sedemikian rupa. Dan pada hari Minggu itu, ketika hanya ada dirinya sendiri di ruang kerja kepolisian, dosa-dosanya itu bangkit melawan dirinya.

Adapun akting Park Yong-woo dan Namgung Min menurut saya juga memesona. (Tentu tanpa merendahkan akting para pemeran lainnya, semisal Min Ji-hye, Kim Eung-soo, dan yang lainnya.) Park Yong-woo berhasil memerankan sosok detektif yang kehilangan jiwanya, tampak tidak memiliki semangat lagi. Menurut saya, ia sukses menggambarkan pribadi yang tengah mengalami pergulatan yang teramat sangat. Sementara Namgung Min berhasil mewujudkan ekspresi yang terkesan sebagai pria baik-baik, yang tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ekspresinya saat kembali bertemu Su-yeon yang menghindar darinya juga saya kira sangat baik. Tatapan matanya yang sedemikian di satu sisi punya banyak makna, seolah tatapan itu siap melakukan apa pun untuk mendapatkan cinta Su-yeon lagi.

Sebagai awal, karya Jin Kwang-gyo ini menurut saya amat berhasil. Sangat memikat. Maka patut disaksikan apakah garapannya yang kedua, ketiga, dan selanjutnya akan bisa menghadirkan nuansa yang bisa menyaingi film ini atau melebihinya. Atau jangan-jangan akan mengecewakan?

2 Comments leave one →
  1. Mata Dunia permalink
    August 27, 2009 5:42 am

    Sebenarnya, twisted ending tetap menarik untuk dibahas secara sastrawi, sebagai salah satu jenis “solusi” yang sering dipakai dalam karya sastra, novel, film dan sebagainya.

    Namun, selain memberi efek kejut bagi penikmat (pembaca atau penonton), saya percaya ada semacam kesan filosofis yang bisa ditarik.

    “Beautiful Sunday”, misalnya. Karakterisasi Detektif Kang dan Min-Woo sebenarnya memperlihatkan perbedaan dan kesamaan. Kesamaannya yang baru kita lihat adalah semacam kompleks kejiwaan yang dialami oleh mereka berdua. Namun, si detektif tampaknya berbuat “jahat” karena motivasi yang baik, sementara Min-Woo tampaknya awalnya memang berbuat jahat (perkosaan) dan lalu menebusnya dengan berbuat baik (mengawini si korban)—walaupun ending bagi Min-Woo tidak logis bagi beberapa orang (misalnya istri saya), yaitu marah dan “tidak sengaja” membunuh istrinya sendiri.

    Detektif Kang mirip dengan kebanyakan polisi dalam kebanyakan film bertema polisi, sementara Min-Woo menyimpan karakter kejiwaan yang lebih kompleks dan misterius. Apakah kejahatan detektif menjadi masuk akal jika melihat latar belakang masa lalunya yang memang gelap? Namun, jika melihat detektif Kang yang rajin mengunjungi istrinya di rumah sakit, kita hanya dapat menduga bahwa si detektif tidak sejahat Min-Woo.

    Lalu, apakah ia menderita kepribadian ganda atau bagaimana…? Saya cenderung berpendapat bahwa detektif Kang adalah pribadi yang baik. Ia hanya kesulitan uang, dan ia punya masa lalu yang buruk. Ia tidak dapat menghapuskan begitu saja masa lalunya, terutama karena bukan hanya masa lalu itu sangat buruk, tetapi terlebih karena masa lalunya “dikuasai” oleh sisi jahat dalam dirinya (Min-Woo). Dalam tinjauan antropologis metafisik, kita hanya dapat menduga bahwa si detektif tidak dapat mengontrol keseluruhan dirinya. Kediriannnya tidak utuh (kalau dalam psikologi Freudian: superegonya terlalu dominan dan terlalu menempati banyak ruang dalam dirinya, ketimbang ego sadarnya). Ini bisa manifestasi sakit jiwa yang kronis atau gambaran filosofis dari kegagalan menjadi manusia yang utuh. Yang mana yang benar, itu tidak penting.

    • August 27, 2009 6:27 am

      Satu hal yang menarik, setiap kali menyaksikan ulang film ini, saya selalu mendapatkan sejumlah hal baru. Dan saya kira, tetap ada banyak hal yang bisa saja kita pertanyakan. Misalnya, apa yang terjadi dengan saudara perempuan Su-yeon? Apa makna air mata Su-yeon pada bagian akhir cerita? Apakah itu berarti dia sebenarnya ingin memaafkan suaminya, namun egonya menahannya berbuat demikian?

Leave a reply to indonesiasaram Cancel reply